Monday, July 11, 2016

Kejahatan Seksual, Salah Siapa?

Ø  Pergaulan Bebas hingga Pengaruh Internet
Apa yang menyebabkan para remaja dan anak dibawah umur tega melakukan hal-hal diluar nalar manusia itu? Ada banyak pihak berpendapat, pergaulan remaja yang bebas, tanpa kontrol orangtua, menjadi faktor pemicu utama.
Belum lagi, kehadiran gadget yang menembus segala lini membuat anak-anak hingga remaja bebas mengakses internet, situs-situs berkonten porno dan tidak mendidik serta lainnya, membuat mereka menyerap informasi secara membabi buta tanpa bimbingan.
Tayangan-tayangan sinetron remaja di televisi yang lebih banyak mencontohkan hal-hal tidak baik, memperburuk kondisi di atas.
Anak-anak dan remaja disuguhkan, tayangan-tayangan yang tidak mendidik, seperti cara berpakaian yang mini, pacaran-pacaran di usia belia, peluk-pelukan, rangkul-rangkulan, dan banyak lagi.
Hal ini memberikan contoh yang tidak baik bagi perkembangan jiwa anak dan remaja. Padahal, anak dan remaja secara psikologi membutuhkan role model yang positif. Masa remaja adalah masa yang sangat rawan, dimana anak-anak masih mencari jati dirinya.
Lingkungan dan role model yang positif akan memberikan pengaruh yang baik bagi perkembangan jiwa dan mental mereka. Begitupun sebaliknya. Ketika lingkungan dan role modelnya bersikap negatif, maka anak dan remaja pun akan bersikap negatif.
Semua faktor di atas pada akhirnya ikut mendorong anak melakukan tindakan-tindakan di luar nalar manusia. Mulai dari melakukan pelecehan seksual, hingga berujung penghilangan nyawa seseorang.
Berdasarkan teori perkembangan psikososial dari Erik Erikson, remaja berusaha mencari identitas dirinya yang positif dari orang-orang yang mereka kenal atau orang di sekelilingnya. Nilai dan hal yang dilakukan orang di sekelilingnya akan mereka tiru dan terapkan dalam kehidupan mereka.
Karena itu, lingkungan keluarga menjadi benteng pertama bagi perlindungan dan pembentukan jati diri seorang anak. Ketika lingkungan keluarganya baik, positif, penuh kasih sayang, maka anak pun akan berkembang secara positif.

Ø  Kembali ke Pendidikan Keluarga

Di era teknologi seperti saat ini, peran dan tugas orangtua semakin berat. Karena saat ini, seorang anak bisa mendapatkan banyak sekali informasi dari mana saja. Berbeda dengan jaman dulu, yang hanya mengandalkan televisi.
Saat ini, semua hal bisa didapat dan ditemui di internet yang cukup diakses dari gadget mereka. Apalagi, hampir setiap orang tua kini telah membekali anaknya dengan gadget.
Tidak hanya itu, tuntutan zaman dan ekonomi saat ini telah membuat banyak orangtua mempercayakan pendidikan anaknya kepada institusi formal semata.
Sementara, pendidikan di dalam keluarga, begitu minim. Banyak sekali orangtua yang “menitipkan” anaknya di sekolah formal sejak pagi hari hingga sore.
Akibatnya, sedikit sekali interaksi antara orangtua dan anak. Padahal, pendidikan di dalam keluarga memegang peranan besar dalam membentuk karakter dan jati diri anak.
Anak-anak yang hidup di lingkungan keluarga yang hangat dan penuh cinta kasih, akan tumbuh menjadi pribadi yang positif.
Sebaliknya, anak yang hidup di lingkungan yang kurang perhatian akan menjadi pribadi yang kurang positif.
Karena itu, sudah saatnya, setiap orangtua kembali lagi ke khitahnya untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak. Bukan saja pendidikan formal, namun juga pendidikan di dalam keluarga.
Di era saat ini, orangtua harus memberikan perhatian yang lebih intens, menemani anak, dan mengawasi pergaulannya. Karena bisa saja, lingkungan di dalam rumah positif, namun di luar rumah tidak.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan orangtua agar anak bisa berkembang positif baik di dalam rumah maupun luar rumah, yakni dengan melibatkan anak dan mendorong mereka terlibat pada kegiatan-kegiatan positif.

Ø  Dukungan Semua Pihak
Bukan hanya orangtua, dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan bagi anak menciptakan sikap positifnya. Semua pihak harus bahu membahu para remaja mendapatkan identitas positif mereka.
Catalano, seorang peneliti dalam Positive Youth Development Program mengkonseptualisasikan bahwa indentitas diri remaja yang positif dapat dicapai melalui beberapa langkah.
Salah satunya, memberikan kesempatan kepada para remaja untuk melakukan kegiatan positif. Orangtua harus mendong dan memberikan dukungan agar anak bisa menyalurkan energinya kepada kegiatan positif itu.
Selain itu, membekali anak dengan pendidikan agama dan ilmu kehidupan, dapat membentengi anak dan remaja dari pengaruh negatif.
Teori identitas diri yang dikembangkan oleh James E Marcia mengemukakan, remaja sebaiknya diberi kesempatan untuk menentukan peran yang mereka inginkan.
Setelah mereka mendapatkan penjelasan mengenai berbagai peluang dan situasi positif, mereka akan merasa tertantang untuk memahami kondisi itu dan mendalami lebih lanjut.
Pihak lain yang berperan besar pada pembentukan karakter positif anak adalah sekolah. Sekolah harus menyediakan wadah bagi remaja dan anak untuk menyalurkan minat dan bakatnya.
Selain itu, agar energi yang dimiliki tersalur pada kegiatan-kegiatan yang positif.
Sekolah juga harus memberikan life skill pada anak, pengetahuan terkait kondisi terkini, agar mereka bisa menyaring berbagai informasi yang didapat dengan baik. Salah satunya, informasi yang mereka dapat dari internet.
Orangtua dan lingkungan juga harus memberikan apresiasi positif atas prestasi mereka. Dengan begitu, muncul rasa percaya diri anak dan mereka terus termotivasi untuk melakukan hal positif.
Orangtua juga berperan memberi lingkungan tinggal yang baik bagi anak. Karena anak yang besar di lingkungan buruk, cenderung berperilaku buruk. Begitu sebaliknya.
Media juga memiliki peran penting. Televisi misalnya. Sudah saatnya, televisi menayangkan program-program yang memberikan contoh baik.
Pemerintah dan lembaga terkait harus ikut mendorong agar televisi memberikan tayangan-tayangan yang mendidik.
Tayangan-tayangan dengan segmen anak dan remaja, harus benar-benar disortir agar sesuai dengan nilai-nilai agama, sosial dan kehidupan masyarakat Indonesia yang ketimuran.
Dengan begitu, kasus-kasus kekerasan dan seksual yang melibatkan remaja dan anak bisa ditekan.
Penyelesaian kasus-kasus kekerasan anak dan remaja, pelecehan seksual, pemerkosaan dan pembunuhan, tidak cukup dengan menangkap dan mengadili mereka.
Masih ada kerja panjang untuk mengesahkan payung hukum yang lebih tegas dan sekaligus mengkampanyekan pendidikan seksual yang lebih komprehensif.
Selain itu, kampanye “kembali ke pendidikan keluarga” juga harus kembali dimasifkan. Agar setiap orangtua memberikan perhatian lebih kepada perkembangan anaknya.
Tanpa itu semua, kisah Yuyun, Eno, dan lainnya, hanya akan berlalu begitu saja. Kasus Yuyun, Eno, dan lainnya, harus menjadi momen untuk berubah dan berbenah, bagi semua pihak.
Setiap keluarga, lingkungan, tokoh masyarakat, dunia pendidikan, pemerintah dan lainnya, kini harus bahu-membahu memberikan perhatian lebih kepada perkembangan dan perilaku positif anak.
Dengan begitu, darurat kejahatan seksual yang dilakukan remaja dan anak, bisa ditekan dan diperbaiki.


Manusia dan Harapan

   Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan bebuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun ada kalanya harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu. Pada praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha.
   Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda dengan "berpikir positif" yang merupakan salah satu cara terapi/ proses sistematis dalam psikologi untuk menangkal "pikiran negatif" atau "berpikir pesimis".
   Kalimat lain "harapan palsu" adalah kondisi dimana harapan dianggap tidak memiliki dasar kuat atau berdasarkankhayalan serta kesempatan harapan tersebut menjadi nyata sangatlah kecil.


1.       SEBAB – SEBAB MANUSIA MEMPUNYAI HARAPAN

          Ada 2 hal yang menyebabkan seseorang memiliki harapan, yaitu :
                       
·         Dorongan Kodrat
        Kodrat adalah sifat, keadaan atau pembawaan alamiah yang sudah terwujud dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan.Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, sedih, dan bahagia.Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat, dan hidup bersama dengan manusia lain.Dengan kodrat        inilah, manusia memiliki harapan.

·         Dorongan Kebutuhan Hidup
        Manusia memiliki kebutuhan hidup, umumnya adalah kebutuhan jasmani dan rohani. Untuk memenuhi kebutuhan itu manusia harus bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan karena kemampuan manusia sangat terbatas baik kemampuan fisik maupun kemampuan berpikirnya.
                       

Menurut Abraham Maslow, sesuai dengan kodratnya, harapan atau kebutuhan manusia itu adalah :
Ø  Kelangsungan hidup (survival).
Ø  Keamaanan (safety).
Ø  Hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (be loving and loved).
Ø  Diakui lingkungan (status).
Ø  Perwujudan cita-cita (self-actualization).
                       
Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup maka manusia mempunyai harapan. Karena pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


2.       BERBAGAI CARA UNTUK MENCAPAI HARAPAN

Ø  Percaya diri dan Optimis           
            Sebelum kita melakukan sesuatu ( untuk mencapai harapan ), kita harus percaya diri dan optimis. Maksudnya kita harus percaya pada kemampuanyang ada pada diri kita dan kita harus berfikir positif serta yakin bahwa harapan itu pasti tercapai. Kita tidak boleh berfikir pesimis dan takut mengambil resiko. Karena hal tersebut bisa menghambat kita untuk Mencapai sebuah Harapan.

Ø  Berusaha dengan sungguh-sungguh
            Untuk mencapai sebuah harapan kita tidak bisa hanya tinggal diam. Oleh karena itu kita diharuskan berusaha dengan sungguh-sungguh, maksudnya kita harus bekerja dengan ikhlas, bekerja keras dengan sepenuh tenaga, dan bekerja dengan sebaik mungkin. Jangan sampai kita bekerja dengan ceroboh atau sembarangan, karena itu tidak akan membuahkan hasil.

Ø  Berdoa pada Allah SWT
Setelah kita melakukan usaha dengan sebaik mungkin, kita tidak boleh menyudahinya sampai disitu saja. Kita lanjutkan dengan berdoa pada Allah SWT. Sebab Allah akan mengabulkan permintaan hamba-Nya jika hamban-Nya mau berdoa. Sesuai dengan firman Allah yaitu “ Berdoalah pada-Ku, niscaya doamu akan Kukabulkan ”. Nah, oleh karena itu kita jangan malas dan jangan malu untuk berdoa dan meminta pada Allah SWT.

Ø  Bertawakkal pada Allah SWT
            Setelah kita sudah berusaha dan berdoa, kita harus bertawakkal pada Allah SWT. Maksud dari bertawakkal pada Allah adalah kita berserah diri pada Allah setelah kita berusaha dan berdoa dengan sebaik mungkin. Jadi setelah berusaha kita harus berserah diri pada Allah SWT. Karena manusia hanya bisa berencana dan Allah lah yang menentukan hasilnya.

Ø  Bersedekah dan Beribadah
Selain itu, kita bisa juga mendampingi hal-hal diatas dengan bersedekah. Dengan bersedekah kita bukan mengurangi harta kita, tapi malah menambahnya karena Allah akan membalasnya dengan berlipat-lipat. Saat kita bersedekah, kita boleh sambil berdoa dan berharap agar harapan kita tercapai. Selain bersedekah kita harus memperbanyak beribadah. Misalnya berpuasa dan melakukan salat sunnah Hajat. Mungkin dengan hal itu harapankita akan semakin semakin mudah tercapai .Setelah kita sudah melakukan hal-  hal diatas tapi harapan kita masih belum tercapai juga, kita harus tetap sabar, tidak cepat menyerah dan tidak putus asa. Kita harus terus berusaha dan berusaha lagi agar harapan kita tercapai.





3.       MACAM – MACAM HARAPAN
         
 Ibnul Qayyim berkata, “Harapan itu ada tiga macam :
Ø  Harapan seorang yang beramal ketaatan akan pahala,
Ø  Harapan seorang pendosa yang bertaubat akan ampunan,
Ø  Harapan seorang yang terus menerus meremehkan dosa dan kesalahannya akan ampunan Rabb-nya, namun ia tidak beramal untuk itu, maka ia termasuk orang yang tertipu.